Pedanda istri (pendeta perempuan) ini, badannya kurus sekali. Kami, sisya (pengikut, meskipun istilahnya kurang pas)nya memanggil dia Ida Pendanda Istri griya banjar bedil. kalau Brahmana sudah menjadi pedanda, nama asli mereka suka dilupakan. Orang-orang lebih sering memanggil Ratu Peranda untuk menghormati.
aku jarang berhubungan dengan Pedanda, mungkin kendala bahasa. berkomunikasi dengan Pedanda, harus menggunakan bahasa bali halus. meskipun aku kenal dengan beberapa pedanda demokrat yang mengesampingkan pakem-pakem itu. bahasa tidak jadi masalah, yang penting inti dari komunikasi. begitu rata-rata komentar mereka. dan anehnya sebagian besar pendanda demokrat ini pedanda lanang (pendeta laki laki).
Kemaren ada Upacara Nanjeb Tetaringan. upacara ini, awal dari serangkaian upacara Pedudusan Alit di rumah bibiku. Upacara ini menandakan bahwa mulai hari itu, tidak ada satu kendala apapun bisa membatalkan kelancaran upacara.. meskipun, ada saudara dekat yang meninggal, yang empunya acara tidak kena kesebelan.
upacara ini dipuput oleh seorang Pendanda. kebetulan di rumah bibiku, pedandanya adalah pendanda istri ini. bersama pamanku, kami mendakin ida ratu peranda istri. hari itu, rasanya gak nyaman banget. tamu bulananku datang mengunjungi. duduk gak nyaman, berdiri pegel, perut mulas-mulas. tapi berhubung cuma aku yang bisa nyetir, maka berangkatlah kami berdua.
acara penjemputan berjalan lancar. meskipun aku tidak masuk ke griya. dilarang oleh pamanku, karena menstruasi. gak boleh katanya. terasa tidak masuk akal, kalau dayu-dayu itu mens juga gak boleh masuk ke rumahnya?. nah pendanda istri itu, juga apa gak pernah mens?..
sesampainya dirumah, dimulailah rangkaian upacara. berbagai ragam sesajen dibentangkan, lagu-lagui pujian diiramakan. lamanya... sampai pantat terasa panas, mata ngantuk meski sudah diseduhkan kopi dua gelas.
matahari sudah mulai beranjak turun, ketika pedanda istri mau beranjak pulang juga. aku segera memutar balik mobilku. eh begitu turun, kaki lugra tergopoh-gopoh melarang aku yang mengantar. Pedanda gak berkenan katanya aku yang mengantar. lagi-lagi karena aku mens. ya udah... gondoklah diriku.
ya udah.. lagian juga aku gak repot toh. tapi yang repot tentu saja pak badra, dia harus menggedor-gedor tetangga, untuk jadi supir. Pak Rana, ketiban menjadi korban. dia terpaksa datang karena harus merawat istrinya yang baru kemaren malam jadi korban tabrak lari di Celuk.
Kunci mobil kuserahkan pada Pak Rana, merasa tidak diperlukan aku duduk di bale dauh.. belum sempat 5 menit aku mendudukan pantatku... kaki lugra kembali tergopoh-gopoh mendatangiku. Pendanda tidak mau keluar dari sanggah kalau aku masih duduk disitu. beliau tidak mau lewat didepanku. Karena aku mens???.... Kaki Lugra bilang aku sementara harus bersembunyi dulu di dapur. Betara Brahma saja merangkulku ketika aku didapur, bagaimana mungkin dia seorang manusia bisa melenyapkanku. sekarang darahku benar-benar mendidih. Gila!!! rasa kemanusiaanku terinjak. memangnya, aku manusia berpenyakit lepra, apabila lewat akan ketularan.
Kenapa memangnya kalau kita sedang menstruasi. bukankah itu normal. perihnya lagi, ketidakadilan gender ini, diderakan padaku oleh kaumku sendiri. dan oleh seorang pemimpin agama yang disegani..
Para pendanda ini boleh jadi tahu tentang seluk beluk sesajen, tetapi dia melupakan mempelajari bagaimana jadi manusia.
Monday, July 10, 2006
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment